Cerita di Balik Layar: Kehidupan Pramugari yang Tak Terlihat

Posted on

Cerita di Balik Layar: Kehidupan Pramugari yang Tak Terlihat

Malam telah larut dimana jarum jam menunjukkan pukul 23.15. Suasana sepi menyelimuti sebuah kost-kostan yang terletak beberapa kilometer dari Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng.. Kost-kostan tersebut lokasinya agak jauh dari keramaian sehingga menjadi tempat favorit bagi siapa saja yang menginginkan suasana tenang dan sepi.

Kost-kostan yang memiliki jumlah kamar mencapai 30 kamar itu terasa sepi karena memang baru saja dibuka untuk disewakan, hanya beberapa kamar saja yang sudah ditempati, sehingga suasananya dikala siang atau malam cukup lengang. Saat itu hujan turun lumayan deras, akan tetapi nampak sesuatu telah terjadi disalah satu kamar dikost-kostan itu.

Seiring dengan turunnya air hujan, air mata Fonny juga mulai turun berlinang disaat lelaki itu mulai meny*ntuh tub*hnya yang sudah tidak berdaya itu. Saat ini tubuhnya sudah dalam kekuasaan para lelaki itu, rasa keputus asaan dan takut datang menyelimuti dirinya.

Beberapa menit yang lalu secara tiba- tiba dirinya diserg*p oleh seseorang lelaki disaat dia masuk kedalam kamar kostnya setibanya dari sebuah tugas penerbangan. Kedua tangannya langsung diikat kebelakang dengan seutas tali, mulutnya disumpal dengan kain dan setelah itu tubuhnya dicampakkan oleh lelaki itu keatas tempat tidurnya.

Ingin rasanya dia berteriak meminta pertolongan kepada teman-temannya akan tetapi kendaraan antar jemput yang tadi mengantarkannya sepertinya sudah jauh pergi meninggalkan kost-kostan ini, padahal didalam kendaraan tersebut banyak teman-temannya sesama karyawan.

Fonny Dewi Seftiani adalah seorang Pramugari pada sebuah penerbangan swasta, usianya baru menginjak 19 tahun, wajahnya cantik imut-imut, postur tubuhnya tinggi dan langsing proporsional. Dengan dianugerahi penampilan yang cantik ini sangat memudahkan baginya untuk diterima bekerja sebagai seorang pramugari.

Demikian pula dengan karirnya dalam waktu yang singkat karena kecantikannya itulah dia telah menjadi sosok primadona di perusahaan penerbangan itu. Banyak lelaki yang berusaha merebut hatinya, baik itu sesama karyawan ditempatnya bekerja atau kawan-kawan lainya.

Namun karena alasan masih ingin berkarir maka dengan secara halus maksud-maksud dari para lelaki itu ditolaknya. Akan tetapi tidak semua lelaki memahami atas sikap dari Fonny itu. Suwandi adalah salah satu dari orang yang tidak bisa menerima sikap Fonny terhadap dirinya.

Kini dirinya bersama dengan seorang temannya telah melakukan seuatu perhitungan terhadap Fonny. Rencana busuk dilakukannya terhadap Fonny. Malam ini mereka telah meny*rgap Fonny dikamar kostnya. Suwandi adalah satu dari sekian banyaknya lelaki yang menaruh hati kepada dirinya,

Akan tetapi Suwandi bukanlah seseorang yang dikenalnya dengan baik karena kedudukannya bukanlah seorang karyawan penerbangan ditempatnya bekerja atau kawan-kawannya yang lain, melainkan dia adalah seorang tukang batu yang bekerja dibelakang kost-kostan ini.

Ironisnya, Suwandi yang berusia setengah abad lebih dan melebihi usia ayah Fonny itu lebih sering menghalalkan segala cara dalam mendapatkan sesuatu, maklumlah dia bukan seseorang yang terdidik. Segala tingkah laku dan perbuatannyapun cenderung kasar, karena memang dia hidup dilingkungan orang-orang yang bertabiat kasar. “Huh rasakan kau gadis sombong !”, bentaknya kepada Fonny yang tengah terg*lek dikasurnya.

“Aku dapatkan kau sekarang….!”, lanjutnya. Sejak perjumpaannya pertama dengan Fonny beberapa bulan yang lalu, Suwandi langsung jatuh hati kepada Fonny. Dimata Suwandi, Fonny bagaikan bidadari yang turun dari khayangan sehingga selalu hadir didalam lamunnanya.

Diapun berniat untuk menjadikannya sebagai istri yang ke-4. Bak bukit merindukan bulan, Suwandi tidak berdaya untuk mewujudkan impiannya itu. Predikatnya sebagai tukang batu, duda dari 3 kali perkawinan, berusia 51 tahun, lusuh dan miskin menghanyutkan impiannya untuk dapat mendekati sang bidadari itu.

Terlebih-lebih ada beberapa kali kejadian yang sangat menyakitkan hatinya terkait dengan Fonny sang bidadari bayangannya itu. Sering tegur sapanya diacuhkan oleh Fonny, tatapan mata Fonny pun selalu sinis terhadap dirinya. Lama kelamaan didalam diri Suwandi tumbuh subur rasa benci terhadap Fonny,

Penilaian terhadapnya pun berubah, rasa kagumnya telah berubah menjadi benci namun ga*rah n*fsu s*x terhadap Fonny tetap bersemi didalam dirinya tumbuh subur menghantui dirinya selama ini. Akhirnya dipilihlah sebuah jalan pintas untuk melampiaskan n*fsunya itu, kalaupun cintanya tidak dapat setidaknya dia dapat menikm*ti t*buh Fonny pikirnya.

Jadilah malam ini Suwandi melakukan aksi nekat, diapun membulatkan hatinya untuk memberi pelajaran kepada Fonny sekaligus melampiaskan n*fsunya yang selama ini mulai tumbuh secara subur didalam dirinya. Kini sang bidadari itu telah tergeletak dihadapannya, air matanya pun telah membasahi wajahnya yang putih bersih itu.

“Lihat aku, cewek *******…..!”, hardiknya seraya memegang kepala Fonny dan menghadapkan kewajahnya.
“Hmmmphh….!!”, jeritnya yang tertahan oleh kain yang menyumpal dimulutnya, mata Fonny pun melotot ketika menyadari bahwa saat ini dia telah berhadapan dengan Suwandi seseorang yang dibencinya.

Hatinya pun langsung ciut dan tergetar tatkala Suwandi yang berada dihadapannya tertawa penuh dengan kemenangan, “Hahaha….malam ini kamu jadi pem*asku, gadis cantik”. Keringat pun langsung mengucur deras membasahi tubuh Fonny, wajahnya nampak tersirat rasa takut yang dalam, dia menyadari betul akan apa-apa yang bakal terjadi terhadap dirinya.

Disaat seperti inilah dia menyadari betul akan ketidak berdayaan dirinya, rasa sesal mulai hadir didalam hatinya, akan sikap- sikapnya yang tidak berhati-hati terhadap Suwandi. Kini dihadapan Fonny, Suwandi mulai melepaskan baju kumalnya satu persatu hingga akhirnya tel*nj*ng bulat.

Walaupun telah berusia setengah abad lebih, namun karena pekerjaannya sebagai buruh kasar maka Suwandi memiliki tubuh yang atletis, badannya hitam legam dan kekar, beberapa buah tatto menghiasi dad*nya yang bidang itu. Isak tangis mulai keluar dari mulut Fonny, disaat Suwandi mulai mendekat ketubuhnya.

Tangan kanannya memegang bat*ng kem*lu*nnya yang telah tegak berdiri itu dan diarahkannya kewajah Fonny. Melihat ini Fonny berusaha memalingkan wajahnya, namun tangan kiri Suwandi secepat kilat mencengkram erat kepala Fonny dan mengalihkannya lagi persis menghadap ke bat*ng kem*lu*nnya..

Dan setelah itu dioles-oleskannya b*tang kem*lu*nnya itu diwajah Fonny, dengan tubuh yang bergetar Fonny hanya bisa memejamkan matanya dengan erat karena merasa ngeri dan jijik diperlakukan seperti itu. Sementara kepala tidak bisa bergerak-gerak karena dicengkraman erat oleh tangan Suwandi.

“Ahhh….perkenalkan rud*l gue ini sayang…..akhhh….” ujarnya sambil terus mengoles-oleskan b*tang kem*lu*nnya diwajah Fonny, memutar-mutar dibagian pipi, dibagian mata, dahi dan hidungnya. Melalui b*tang kem*lu*nnya itu Suwandi tengah menikmati kehalusan wajah Fonny.

“Hai cantik !….sekarang sudah kenal kan dengan k*nt*l gue ini, seberapa mahal sih wajah cantik elo itu hah ? sekarang kena deh ama ****** gue ini….”, sambungnya.
Setelah puas dengan itu, kini Suwandi mendorong tubuh Fonny hingga kembali terjatuh kekasurnya. Sejenak dikaguminya tubuh Fonny yang tergolek tak berdaya ditempat tidurnya itu.

Baju seragam pramugarinya masih melekat rapi dibadannya. Baju dal*man putih dengan dasi kupu-kupu berwarna biru ditutup oleh blazer yang berwarna kuning tua serta rok pendeknya yang berwarna biru seolah semakin membangkitkan bir*hi Suwandi, apalagi roknya agak tersingkap hingga pah*nya yang putih mulus itu terlihat.

Rambutnya yang panjang sebahu masih digelung sementara itu topi pramugarinya telah tergeletak jatuh disaat penyergapan lagi. “Hmmpphhh…mmhhh…”, sepertinya Fonny ingin mengucapkan sesuatu kepadanya, tapi apa perdulinya paling-paling cuma permintaan ampun dan belas kasihan.

Tanpa membuang waktu lagi kini diputarnya tubuh Fonny menjadi tengkurap, kedua tangannya yang terikat kebelakang menempel dipunggung sementara d*da dan wajahnya menyentuh kasur. Kedua tangan kasar Suwandi itu kini mengusap-usap bagian pant*t Fonny, dirasakan olehnya pant*t Fonny yang sekal.

Sesekali tangannya menyabet bagian itu bagai seorang ibu yang tengah menyabet pant*t anaknya yang nakal “Plak…Plak…”. “Wah sekal sekali pant*tmu…”, ujar Suwandi sambil terus mengusap-usap dan memijit- mijit pant*t Fonny.

Fonny hanya diam pasrah, sementara tangisannya terus terdengar. Tangisnya terdengar semakin keras ketika tangan kanan Suwandi secara perlahan-lahan mengusap kaki Fonny mulai dari betis naik terus kebagian p*ha dan akhirnya meny*sup masuk kedalam roknya hingga meny*ntuh kebagian sel*ngk*ngannya.

Sesampainya dibagian itu, salah satu jari tangan kanan Suwandi, yaitu jari tengahnya menyusup masuk kec*lana dal*mnya dan langsung meny*ntuh kem*lu*nnya. Kontan saja hal ini membuat badan Fonny agak menggel*at, dia mulai sedikit meronta-ronta, namun jari tengah Suwandi tadi langsung menusuk lob*ng kem*lu*n Fonny.

“Egghhmmmmm…….”, Fonny menjerit badannya meng*jang tatkala jari telunjuk Suwandi masuk ked*lam l*ang kew*nita*nnya itu. Badan Fonny pun langsung menggel*at- gel*at seperti cacing kepanasan, ketika Suwandi memainkan jarinya itu did*lam l*bang kem*lu*n Fonny.

Dengan tersenyum terus dikorek- koreknyalah l*bang kem*lu*n Fonny, sementara itu badan Fonny menggel*at-gel*at jadinya, matanya merem-melek, mulutnya mengeluarkan r*ntihan- r*ntihan yang teredam oleh kain yang menyumpal mulutnya itu “Ehhmmmppphhh….mmpphhhh…..”.

Setelah beberapa menit lamanya, kem*lu*n Fonny pun menjadi basah oleh ca*ran kew*nita*nnya, Suwandi kemudian mencabut jarinya. Tubuh Fonnypun dibalik sehingga posisinya terl*ntang. Setelah itu roknya dis*ngkapkan keatas hingga rok itu melingkar dipinggulnya dan cel*na dal*mnya yang berwarna putih itu ditariknya hingga bagian bawah Fonny kini tel*nj*ng.

Terlihat oleh Suwandi, kem*lu*n Fonny yang indah, sedikit bulu-bulu tipis yang tumbuh mengitari lob*ng kem*lu*nnya yang telah membengkak itu. Dengan bern*fsunya direntangkan kedua kaki Fonny hingga meng*ngk*ng setelah itu ditekuknya hingga kedua pah*nya meny*ntuh ke bagian d*da.

Wajah Fonny semakin teg*ng, tubuhnya gentar, seragam pramugarinyapun telah basah oleh keringat yang deras membanjiri tubuhnya, Suwandi bersiap-siap melakukan pen*trasi ketubuh Fonny. “Hmmmmpphhh……….hhhhhmmmmppp…. ..”, Fonny menjerit dengan tubuhnya yang meng*jang ketika Suwandi mulai menanamkan b*tang kem*lu*nnya didalam l*bang kem*lu*n Fonny.

Matanya terbelalak menahan rasa sakit dikem*lu*nnya, tubuhnya menggel*at-gel*at sementara Suwandi terus berusaha menanc*pkan seluruh b*tang kem*lu*nnya. Memang agak sulit selain Fonny masih per*wan, usianyapun masih tergolong muda sehingga kem*lu*nnya masih sangat sempit.

Akhirnya dengan sekuat tenaganya, Suwandi berhasil menanamkan seluruh b*tang kem*lu*nnya did*lam v*gina Fonny. Tubuh Fonny berguncang-guncang disaat itu karena dia menangis merasakan sakit dan pedih tak terkirakan dikem*lu*nnya itu.

Diapun menyadari bahwa malam itu keper*wanannya akhirnya terenggut oleh Suwandi.
“Ahh….kena kau sekarang !!! akhirnya Gue berhasil mendapatkan per*wan elo !”, bisiknya ketelinga Fonny.
Hujanpun semakin deras, suara guntur membahana memiawakkan telinga.

Karena ingin mendengar suara r*ntihan gadis yang telah ditaklukkannya itu, dibukannya kain yang sejak tadi menyumpal mulut Fonny.
“Oouuhhh…..baang….saakiitt…banngg….amp uunn …”, r*ntih Fonny dengan suara yang megap- megap.

Jelas Suwandi tidak perduli. Dia malahan langsung menggenj*t tubuhnya memopakan b*tang kem*lu*nnya keluar masuk lob*ng kem*lu*n Fonny.
“Aakkhh….ooohhhh….oouuhhhh….ooohhhggh… .”, Fonny mer*ntih-r*ntih, disaat tubuhnya digenj*t oleh Suwandi, badannya pun semakin menggel*at-gel*at.

Tidak disadarinya justru badannya yang menggel*at-gel*at itu malah memancing n*fsu Suwandi, karena dengan begitu otot-otot dinding v*ginanya malah semakin ikut mengurut-urut b*tang kem*lu*n Suwandi yang tertanam didalamnya, karenanya Suwandi merasa semakin nikmat.

Menit-menitpun berlalu dengan cepat, masih dengan sekuat tenaga Suwandi terus menggenj*t tubuh Fonny, Fonny pun nampak semakin kepayahan karena sekian lamanya Suwandi menggenj*t tubuhnya. Rasa pedih dan sakitnya seolah telah hilang, er*ngan dan r*ntihan pun kini melemah, matanya mulai setengah tertutup dan hanya bagian putihnya saja yang terlihat,

Sementara itu bib*rnya menganga mengeluarkan alunan-alunan r*ntihan lemah, “Ahhh…..ahhhh…oouuhhhh…”. Dan akhirnya Suwandi pun berej*kul*si di lob*ng kem*lu*n Fonny, kem*lu*nnya menyemburkan cairan kental yang luar biasa banyaknya memenuhi rah*m Fonny.

“A..aakkhhh…..”, sambil mengejan Suwandi melolong panjang bak srig*la, tubuhnya mengeras dengan kepala menengadah keatas. Puas sudah dia menyet*buhi Fonny, rasa puasnya berlipat-lipat baik itu puas karena telah mencapai kl*maks dalam s*ksnya, puas dalam menaklukan Fonny, puas dalam merobek keper*wanan Fonny dan puas dalam memberi pelajaran kepada gadis cantik itu.

Fonny menyambutnya dengan mata yang secara tiba-tiba terbelalak, dia sadar bahwa pasangannya telah berej*kul*si karena disakannya ada cairan-cairan hangat yang menyembur membanjiri v*ginanya. Cairan kental hangat yang bercampur dar*h itu memenuhi lob*ng kem*lu*n Fonny sampai sampai meluber keluar membasahi p*ha dan sprei kasur.

Fonny yang menyadari itu semua, mulai menangis namun kini tubuhnya sudah lemah sekali. Dengan mend*sah puas Suwandi merebahkan tubuhnya diatas tubuh Fonny, kini kedua tubuh itu jatuh lunglai bagai tak bertulang. Tubuh Suwandi nampak terguncang-guncang sebagai akibat dari isak tangis dari Fonny yang tubuhnya tertindih tubuh Suwandi.

Setelah beberapa menit membiarkan b*tang kem*lu*nnya tertanam dilobang kem*lu*n Fonny, kini Suwandi mencabutnya seraya bangkit dari tubuh Fonny. Badannya berlutut meng*ngk*ngi tubuh lunglai Fonny yang terlentang, kem*lu*nnya yang nampak sudah melemas itu kembali sedikit- demi sedikit men*gang disaat merapat kewajah Fonny.

Dikala sudah benar-benar men*gang, tangan kanan Suwandi sekonyong-konyong meraih kepala Fonny. Fonny yang masih meringis-ringis dan menangis tersedu-sedu itu, terkejut dengan tindakan Suwandi. Terlebih-lebih melihat b*tang kem*lu*n Suwandi yang telah men*gang itu berkedudukan persis dihadapan wajahnya.

Belum lagi sempat menjerit, Suwandi sudah menc*koki mulutnya dengan b*tang kem*lu*nnya. Walau Fonny berusaha berontak namun akhirnya Suwandi berhasil menanamkan p*nisnya itu kemulut Fonny. Nampak Fonny seperti akan muntah, karena mulutnya merasakan b*tang kem*lu*n Suwandi yang masih basah oleh cairan sp*rma itu.

Setelah itu Suwandi kembali memopakan b*tang kem*lu*nnya didalam rongga mulut Fonny, wajah Fonny memerah jadinya, matanya melotot, sesekali dia terbatuk-batuk dan akan muntah. Namun Suwandi dengan santainya terus memompakan keluar masuk did*lam m*lut Fonny, sesekali juga dengan gerakan memutar-mutar.

“Aahhhh….”, sambil memejamkan mata Suwandi merasakan kembali ken*kmatan di b*tang kem*lu*nnya itu mengalir kesekujur tubuhnya. Rasa dingin, basah dan geli dirasakannya dib*tang kem*lu*nnya. Dan akhirnya, “Oouuuuhhhh…Fonnnyyy…sayanggg… ..”, Suwandi mend*sah panjang ketika kembali b*tang kem*lu*nnya berej*kulasi yang kini dimulut Fonny.

Dengan terbatuk-batuk Fonny menerimanya, walau sp*rma yang dimuntahkan oleh Suwandi jumlahnya tidak banyak namun cukup memenuhi rongga mulut Fonny hingga meluber membasahi pipinya. Setelah memuntahkan sp*rmanya Suwandi mencabut b*tang kem*lu*nnya dari mulut Fonny,

Dan Fonny pun langsung muntah-muntah dan batuk-batuk dia nampak berusaha untuk mengeluarkan cairan-cairan itu namun sebagian besar sp*rma Suwandi tadi telah mengalir masuk ketenggorokannya. Saat ini wajah Fonny sudah acak- acakan akan tetapi kecantikannya masih terlihat, karena memang kecantikan dirinya adalah kecantikan yang alami sehingga dalam kondisi apapun selalu cantik adanya.

Dengan wajah puas sambil menyadarkan tubuhnya didinding kasur, Suwandipun menyeringai melihat Fonny yang masih terbatuk-batuk. Suwandi memutuskan untuk beristirahat sejenak, mengumpulkan kembali tenaganya. Sementara itu tubuh Fonny meringkuk dikasur sambil terisak-isak. Waktupun berlalu, jam didinding kamar Fonny telah menunjukkan pukul 1 dini hari.

Sambil santai Suwandi pun menyempatkan diri mengorek-ngorek isi laci lemari Fonny yang terletak disamping tempat tidur. Dilihatnya album foto- foto pribadi milik Fonny, nampak wajah-wajah cantik Fonny menghiasi isi album itu, Fonny yang anggun dalam pakaian seragam pramugarinya,

Nampak cantik juga dengan baju muslimnya lengkap dengan ****** ketika foto bersama keluarganya saat lebaran kemarin dikota asalnya yaitu Bandung. Kini gadis cantik itu tergolek lemah dihadapannya, setengah badannya tel*nj*ng, kem*lu*nnya nampak membengkak.

Selain itu, ditemukan pula beberapa lembar uang yang berjumlah 2 jutaan lebih serta perhiasan emas didalam laci itu, dengan tersenyum Suwandi memasukkan itu semua kedalam kantung celana lusuhnya, “Sambil menyelam minum air”, batinnya.

Setelah setengah jam lamanya Suwandi bersitirahat, kini dia bangkit mendekati tubuh Fonny. Diambilnya sebuah gunting besar yang dia temukan tadi didalam laci. Dan setelah itu dengan gunting itu, dia mel*cuti baju seragam pramugari Fonny satu persatu.

Singkatnya kini tubuh Fonny telah tel*nj*ng bulat, rambutnya pun yang hitam lurus dan panjang sebahu yang tadi digelung rapi kini digerai oleh Suwandi sehingga menambah keindahan menghiasi punggung Fonny. Sejenak Suwandi mengagumi keindahan tubuh Fonny, kulitnya putih bersih, pinggangnya ramping, pay*dar*nya yang tidak terlalu besar, kem*lu*nnya yang walau nampak bengkak namun masih terlihat indah menghias sel*ngk*ngan Fonny.